Loading Now
×

Nestapa Jefri dan Adik-adiknya di Manggarai Timur: Ayah Hilang Kabar, Ibu Sakit, dan Sekolah yang Dikorbankan demi Bertahan Hidup

Foto: Jefri bersama ibu dan adik-adiknya.

Jajak.net Jefri Jeradu terpaksa memilih menghentikan niatnya untuk melanjutkan pendidikan pada dua tahun lalu karena kondisi ekonomi keluarganya kian terpuruk, setelah ayahnya merantau kemudian hilang kabar dan ibunya sakit hingga tidak bisa bekerja.

Anak Sulung dari pasangan Wihelmus Jeradu dan Elvita Dadas, warga Dusun Purak, Desa Ngampang Mas, Kecamatan Borong, Manggarai Timur itu, berhenti pada semester kedua kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Kami tidak makan kalau saya lanjut sekolah karena tidak ada yang kerja cari uang,” kata remaja 16 tahun itu.

Saya bersama dua rekan jurnalis menyambangi rumah Jefri pada Jumat, 12 September 2025, setelah sebelumnya mendapat kabar tentang kondisi keluarga itu, dari seorang teman.

Di rumah setengah tembok berukuran sekitar 6×7 meter itu, Jefri tinggal berlima dengan ibu dan ketiga adiknya. Kondisi rumah itu memprihatinkan: dinding kamarnya bolong di banyak titik.

Ibunda Jefri tak banyak bicara. Ia hanya sesekali menimpali perbincangan kami pada siang itu.

“Mama sudah lama sakit. Dia tidak bisa bekerja. Hanya di rumah saja,” kata Jefri.

Kerja Serabutan agar Bisa Beli Beras

Jefri mengisahkan, sejak ayahnya merantau ke Kalimantan beberapa tahun lalu dan kemudian hilang kabar, kehidupan mereka sangat sulit.

Ia dan ketiga adiknya,Fainia Inda (13), Valeria Jen (11), dan Yosefianus Daut Jeradu (9), terpaksa bekerja serabutan agar bisa mendapatkan uang untuk membeli beras.

“Saat musim panen, kami berempat biasa kerja pikul padi dari sawah-sawah orang di sini. Kami diupah 1000 rupiah per kilogram padi,” kata Jefri.

Selain itu, mereka kerap bekerja sebagai buruh harian memungut kemiri di kebun orang lain dan mendapat upah 30 ribu rupiah per hari.

Karena bekerja membantu kakaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Fainia, Valeria, dan Daut — ketiganya masih duduk di bangku kelas III SDN Purak — seringkali absen mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.

“Dalam seminggu kadang sampai tiga hari kami tidak masuk sekolah karena kerja cari uang untuk beli beras,” kata Valeria.

Sering Menahan Lapar di Sekolah

Kendati punya semangat untuk bekerja mendapatkan uang, namun tidak setiap hari orang membutuhkan tenaga Jefri dan adik-adiknya.

Di saat tak mendapatkan tawaran pekerjaan dan tak punya stok beras di rumah, mereka merebus ubi dan sayur untuk mengganjal perut.

“Kami sering tidak makan pagi saat ke sekolah,” cerita Valeria.”Kalau lapar, kami tahan saja.”

Yusfi Lavianus Sau, Wali Kelas III SDN Purak mengonfirmasi cerita Valeria.

“Saya tahu dari wajah mereka, apakah sudah makan atau belum,” katanya.

Yusfi kerap memanggil Fainia, Valeria, dan Daut ke ruang guru dan memberi mereka makanan ringan ketika jam istirahat.

“Kami sedih sekali melihat kondisi mereka,” katanya.

Ia berkata, secara akademik, Fainia dan Valeria memiliki kemampuan yang baik.

“Mereka sering tampil ketika ada kegiatan-kegiatan di sekolah,” katanya.

Namun, Yusfi mengakui bahwa ketiganya kadang tidak ke sekolah karena bekerja untuk bertahan hidup.

“Kalau mereka tidak hadir biasanya karena kerja harian di kebun orang. Kalau tidak kerja, mereka tidak bisa makan,” katanya.

Di tengah kondisi ekonomi yang serba terbatas, Fainia, Valeria, dan Daut tetap menyimpan mimpi untuk masa depannya.

“Saya mau jadi polisi,” kata Daud, ketika ditanya tentang cita-citanya.

“Saya dokter,” timpal Fainia.

“Saya mau jadi koki,” sahut Valeria.

Berbeda dengan adik-adiknya, Jefri justru sudah mengubur keinginan untuk kembali bersekolah.

“Kalau saya sekolah lagi, bagaimana mau bantu mama?” katanya lirih, sembari menatap ibunya yang hanya terdiam di sisinya.

“Kalau saya tidak kerja, kami semua tidak makan.”

Penulis: Rosis Adir

Post Comment