Loading Now
×

Polisi Panggil PT Menara Armada Pratama yang Keruk Material Ilegal di Sempadan Sungai untuk Proyek Jalan Provinsi di Manggarai Timur

Foto: Lokasi galian C ilegal milik PT Menara Armada Pratama di sempadan Sungai Wae Rana, Desa Watu Pari [Jajak.net].

Jajak.net – Kepolisian Resor (Polres) Manggarai Timur memanggil penanggung jawab PT Menara Armada Pratama terkait pengerukan material di sempadan sungai untuk proyek jalan provinsi di wilayah tersebut.

“Hari ini kami buat undangan klarifikasi untuk yang bersangkutan,” kata Ipda Indra Suryawan, Kanit Tipiter Polres Manggarai Timur, Senin, 6 Oktober 2025.

Menurutnya, pihak PT Menara Armada Pratama dijadwalkan akan memberikan keterangan kepada penyidik pada Rabu, 8 Oktober.

Pemanggilan itu dilakukan setelah Jajak.net melaporkan aktivitas galian C tanpa izin di sempadan Sungai Wae Rana, Desa Watu Pari, Kecamatan Kota Komba Utara. Material pasir dari lokasi tersebut digunakan oleh PT Menara Armada Pratama sebagai urugan pilihan dalam proyek jalan provinsi ruas Bealaing-Mukun-Wae Rasan, tepatnya di Mamba, Desa Paan Waru, Kecamatan Elar Selatan.

Jarak dari lokasi galian C tersebut ke Mamba mencapai 8 hingga 10 kilometer.

Baca Juga: PT Menara Armada Pratama Keruk Material Ilegal di Sempadan Sungai untuk Proyek Jalan Provinsi di Manggarai Timur, Minta Wartawan Redam Pemberitaan

Saat Jajak.net meninjau lokasi proyek pada Kamis, 2 Oktober 2025, terlihat material pasir yang digunakan bercampur tanah. Sebagiannya tampak sudah dihampar dan digilas, sementara sebagian lainnya masih menumpuk di sisi jalan.

Pada papan informasi proyek dituliskan bahwa paket pekerjaan ruas jalan Bealaing-Wae Rasan dengan nilai kontrak Rp3.951.327.600 tersebut, dilaksanakan oleh PT Menara Armada Pratama dan diawasi oleh CV Rivalindo Jaya Consultant.

Tanggal kontrak proyek itu dimulai sejak 18 Juli 2025, dengan jangka waktu pekerjaan 120 hari kalender.

Gabriel, seorang warga Elar Selatan mempertanyakan kualitas urugan pilihan dalam proyek jalan tersebut yang menggunakan material dari lokasi ilegal.

“Yang kita lihat, urugan ini banyak pasir bercampur tanah. Apakah layak jadi urugan? Apalagi lokasi galian belum ada izin, pasti mutu materialnya belum diuji,” katanya.

Menurutnya penggunaan material ilegal tanpa uji laboratorium pasti berdampak pada kualitas jalan.

“Kalau model pengerjaannya asal jadi begini, yang jadi korban kami masyarakat. Kontraktornya pasti dapat untung besar,” katanya.

Ia meminta aparat penegak hukum (APH), baik kepolisian maupun kejaksaan untuk menertibkan galian C ilegal milik PT Menara Armada tersebut.

“Apalagi galian tersebut di pinggir sungai, secara aturan (undang-undang) lingkungan itu sudah langgar dan bisa dipidana,” katanya.

Seorang pekerja mengatakan, beberapa hari sebelumnya pegawai dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT meninjau lokasi proyek dan merekomendasikan pembongkaran material urugan karena kualitasnya buruk.

“(Menurut pegawai dari Dinas PU NTT) kualitasnya kurang bagus karena lebih banyak tanahnya,” katanya.

Pantauan Jajak.net pada Kamis pagi, 2 Oktober, tampak satu unit excavator berkelir jingga terparkir di pinggir jalan dekat jembatan Wae Rana di Desa Watu Pari.

Beberapa meter ke arah selatan alat berat itu, terlihat permukaan tanah di sempadan sungai sudah dikeruk. Tumpukan batu tampak menggunung di pinggir sungai, persis di sisi timur sebuah bangunan kecil berukuran sekitar 2×3 meter.

Dari pinggir sungai, galian memanjang ke arah barat persis di sisi jalan provinsi ruas Bealaing-Mukun-Wae Rasan.

Jimmy, perwakilan PT Menara Armada Pratama mengakui bahwa material urugan pilihan untuk pengerjaan jalan provinsi tersebut bersumber dari lokasi tak berizin.

“Memang saat PPK dari Dinas PU Provinsi NTT turun ke lokasi, sudah sempat cek juga lokasi galian dan meminta untuk menghentikan pengambilan material pasir di dekat sungai karena bercampur tanah,” katanya saat dikonfirmasi pada Sabtu, 4 Oktober.

“Makanya, kami gali ke arah barat di pinggir jalan dan disitu material tidak campur tanah. Sampelnya sudah dibawa ke Kupang untuk uji laboratorium,” tambahnya.

Ia beralasan, pengambilan material urugan dari lokasi sekitar proyek karena jarak quarry resmi di Bondo, Kecamatan Rana Mese, terlalu jauh.

“Kalau urugan ambil dari Bondo jaraknya jauh, sementara waktu pekerjaan proyek terbatas. Kalau sirtu (untuk lapisan di atas urugan pilihan), kami ambil di Bondo,” katanya.

Adi Samuel Mboeik, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Provinsi NTT mengatakan pihaknya telah menginstruksikan PT Menara Armada Pratama untuk menghentikan pengambilan material urugan dari sempadan Sungai Wae Rana itu.

“Kalau masih ambil material di lokasi tersebut, mohon informasi ke kami,” katanya melalui pesan WhatsApp.

Sementara itu, Robertus Imam, Kepala Desa Watu Pari mengatakan belum mengetahui galian C ilegal milik PT Menara Armada Pratama di wilayahnya itu.

“Saya belum tahu karena tidak ada pemberitahuan ke desa,” katanya pada senin malam, 6 Oktober.

Menurutnya, apabila PT Menara Armada Pratama berkoordinasi dengan pemerintah desa, “pasti kami mempertimbangkan lokasinya dan menyampaikan ke pemerintah yang di atas.”

“Apalagi itu di daerah sempadan sungai. Pasti kami lapor ke dinas terkait apakah layak atau tidak,” katanya.

Penulis: Rosis Adir

Mendalam