Foto: Lokasi galian C ilegal milik PT Menara Armada Pratama di Desa Watu Pari. [Jajak.net]
Jajak.net – Satu unit excavator berkelir jingga terparkir di pinggir jalan dekat jembatan di sungai Wae Rana di Desa Watu Pari, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur pada Kamis pagi, 2 Oktober 2025.
Beberapa meter ke arah selatan alat berat itu, tampak permukaan tanah di sempadan sungai sudah dikeruk. Tumpukan batu tampak menggunung di pinggir sungai, persis di sisi timur sebuah bangunan kecil.
Dari pinggir sungai, galian memanjang ke arah barat persis di sisi jalan provinsi ruas Bealaing-Mukun-Wae Rasan, tepatnya di sebelah barat jembatan tersebut.

“Operator (excavator) belum datang. Selama ini mereka ambil pasir di sini untuk kerja jalan di Mamba,” kata warga tersebut.
Mamba yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Paan Waru, Kecamatan Elar Selatan itu, berjarak sekitar 8 hingga 10 kilometer arah timur dari lokasi galian tersebut.
Di Mamba, Jajak.net menyaksikan dua unit alat penggilas sedang beroperasi, memadatkan material pasir di badan jalan.
Pada beberapa titik di sisi jalan itu, pasir bercampur tanah terlihat belum dihampar dan digilas.

Menurut pekerja itu, beberapa hari sebelumnya pegawai dari Dinas PUPR Provinsi NTT mendatangi lokasi proyek dan merekomendasikan untuk membongkar kembali material urugan pilihan itu, sebab “kualitasnya kurang bagus karena lebih banyak tanahnya.”
“Ini kami mau bongkar,” katanya.
Dalam papan informasi proyek yang dibaca Jajak.net, dituliskan bahwa paket pekerjaan tersebut merupakan “penanganan long segmen ruas jalan Bealaing-Wae Rasan (perbatasan Kabupaten Ngada).
Pelaksana proyek dengan nilai kontrak Rp3.951.327.600 tersebut, yakni PT Menara Armada Pratama. Sementara konsultan pengawasnya adalah CV Rivalindo Jaya Consultant.
Tanggal kontrak proyek itu dimulai sejak 18 Juli 2025, dengan jangka waktu pekerjaan 120 hari kalender.

Warga Pertanyakan Kualitas Material, Minta APH Turun Tangan
Gabriel, seorang warga Elar Selatan mempertanyakan kualitas urugan pilihan dalam proyek jalan tersebut yang menggunakan material dari lokasi ilegal.
“Yang kita lihat, urugan ini banyak pasir bercampur tanah. Apakah layak jadi urugan? Apalagi lokasi galian belum ada izin, pasti mutu materialnya belum diuji,” katanya.
Menurutnya penggunaan material ilegal tanpa uji mutu pasti berdampak pada kualitas jalan.
“Kalau model pengerjaannya asal jadi begini, yang jadi korban kami masyarakat. Kontraktornya pasti dapat untung besar,” katanya.
Ia meminta aparat penegak hukum (APH), baik kepolisian maupun kejaksaan untuk menertibkan galian C ilegal milik PT Menara Armada tersebut.
“Apalagi galian tersebut di pinggir sungai, secara aturan (undang-undang) lingkungan itu sudah langgar dan bisa dipidana,” katanya.

PT Menara Minta Wartawan Redam Pemberitaan
Jimmy, perwakilan PT Menara Armada Pratama yang berbicara kepada Jajak.net pada Sabtu pagi, 4 Oktober, mengakui bahwa material urugan pilihan untuk pengerjaan jalan provinsi tersebut bersumber dari lokasi tak berizin.
“Memang saat PPK dari Dinas PUPR Provinsi NTT turun ke lokasi, sudah sempat cek juga lokasi galian dan meminta untuk menghentikan pengambilan material pasir di dekat sungai karena bercampur tanah,” katanya.
“Makanya, kami gali (ke arah barat) di pinggir jalan dan disitu material tidak campur tanah. Sampelnya sudah dibawa ke Kupang untuk uji laboratorium,” tambahnya.
Ia mengatakan, mereka mengambil material urugan pilihan di sekitar lokasi proyek karena “kalau ambil dari Bondo (wilayah penambangan galian C yang berizin) jaraknya jauh, sementara waktu pekerjaan proyek terbatas.”
“Kalau sirtu (untuk lapisan di atas urugan pilihan), kami ambil di Bondo,” katanya.
Ia mengklaim bahwa Dinas PUPR NTT tidak pernah merekomendasikan untuk membongkar material urugan yang sudah dihampar dan digilas seperti yang diinformasikan seorang pekerja.
Jimmy meminta wartawan untuk tidak mempublikasikan informasi terkait kejanggalan proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Tadi bos pesan supaya teman-teman (wartawan) redam dulu beritanya,” katanya.
Sementara itu, hingga berita ini terbit, Jajak.net belum berhasil mengonfirmasi PPK proyek tersebut di Dinas PUPR Provinsi NTT.

