Loading Now
×

Perjuangan Siswa di Pedalaman Manggarai Timur agar Bisa Mengakses Pendidikan: Jalan Kali 4 Kilometer hingga Seberangi Sungai Tanpa Jembatan

Foto: Siswa-siswa SMP Satap Benteng Sipi asal Dusun Baja berpose di tepi Sungai Wae Pekas. [Ejhy Serlenso]

Jajak.net – Denis (15) bersama beberapa rekannya terlihat mengeluarkan alas kaki dan mengangkat celana bagian bawah saat hendak menyeberangi Sungai Wae Pekas pada Sabtu, 9 Agustus 2025.

Siang itu, sejumlah siswa asal Dusun Baja, Desa Benteng Pau, Kecamatan Elar Selatan, Manggarai Timur itu, baru saja pulang dari sekolah yang terletak di Kampung Nio, Desa Golo Wuas. Baja dengan Nio terpaut sekitar empat kilometer.

“Setiap hari, kami jalan kaki dan menyeberangi sungai ini ketika pergi dan pulang sekolah,” kata siswa SMP Satap Benteng Sipi tersebut.

Denis berkata, Sungai Wae Pekas yang belum ada jembatan menjadi tantangan utama saat mereka hendak mengakses pendidikan, khususnya di musim hujan.

Arus sungai yang deras dan dalam, kata dia, kadang membikin para siswa asal Baja yang bersekolah di SMP Satap Benteng Sipi terpaksa “meliburkan diri.”

“Ada juga yang tetap ke sekolah tetapi tunggu air surut kalau banjir,” katanya.

Denis mengatakan, setiap pagi, saat hendak ke sekolah, mereka mengganti pakaian bebas yang biasa pakai di rumah dengan seragam sekolah ketika sudah melewati sungai Wae Pekas.

“Kalau pakai seragam dari rumah, kami takut basah saat menyeberangi sungai,” katanya.

Denis berkata, saat musim hujan, mereka selalu cemas ketika hendak melintasi sungai itu.

“Kami takut, banjir datang tiba-tiba saat kami menyeberang sungai,” katanya.

Ia berharap pemerintah bisa membangun jembatan di Sungai Wae Pekas agar “kami tidak takut dan cemas saat ke sekolah.”

Antonius Dion, salah satu warga Baja menguatkan pernyataan Denis. Menurutnya, ketiadaan jembatan di Sungai Wae Pekas menghambat akses siswa-siswi asal Baja saat pergi dan pulang sekolah.

Ia berkata, selain anak sekolah, kondisi sungai yang tanpa jembatan itu, juga berpengaruh terhadap perekonomian warga yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani.

“Ketika musim hujan, kami juga tidak dapat melewati sungai menuju ke kebun yang berada di seberang Sungai Wae Pekas,” katanya, menambahkan bahwa kondisi demikian sudah mereka alami selama bertahun-tahun.

Ia mengatakan, selama ini, nyaris setiap tahun warga Baja bergotong royong membuat titian bambu di sungai itu untuk memudahkan akses saat musim hujan. Namun, tidak bertahan lama karena sering terseret banjir.

Seperti juga Denis, ia berharap pemerintah dapat membangun jembatan di Sungai Wae Pekas agar memudahkan akses anak-anak sekolah maupun warga Baja lainnya.

Kontributor: Ejhy S. |Editor: Rosis Adir